Founding Father Ilmuwan Pendidikan Indonesia: Ki Hajar Dewantara dan Driyakarya
Ki Hajar Dewantara dan Driyakarya merupakan dua ilmuan di Indonesia. Keduanya merupakan anak bangsa yang mempunyai gagasan yang luar biasa. Kary-karyanya tidak hanya diakui oleh kalangan masyarakat dalam negeri, bahkan berbagai insan akademik dari luar negeri pun mengagumi karya dan ide dari mereka berdua.
Gagasan Ki Hahar Dewantara
Tringo Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara banyak menggagas ide-ide tentang pendidikan, sebut saja konsep “Tringo” yang terdiri dari ngerti, ngrasa dan ngelakoni. Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa manusia dalam melakukan tindakan yang diperoleh dari suatu ilmu setidaknya harus dapat mengaplikasikan dalam bentuk tiga hal. Pertama ngerti atau mengetahui. Ketika sesorang mempelajari sesuatu yang baru, maka tahap pertama yang harus dilalui adalah mengetahui apa yang dipelajari.
Mengetahui merupakan tahapan paling dasar atau dapat dikatakan sebagai kompetensi dasar orang belajar. Setelah dapat mengetahui suatu ilmu/pengetahuan, maka tahap hal yang harus dilakukan menurut Ki hajar Dewantara adalah ngerasa atau merasakan. Merasa saja dengan tidak pengertian dan tidak melaksanakan, menjalankan tanpa kesadaran dan tanpa pengertian tidak akan membawa hasil. Sebab itu prasyarat bagi peserta tiap perjuangan cita-cita, ia harus tahu, mengerti apa maksudnya, apa tujuannya.
Baca Juga: Dilema Lembaga Pendidikan Dalam Melaksanakan New Normal Saat Pandemi
Ilmu tanpa amal seperti pohon kayu yang tidak berbuah
Ia harus merasa dan sadar akan arti dan cita-cita itu dan merasa pula perlunya bagi dirinya dan bagi masyarakat, dan harus mengamalkan perjuangan itu. Setelah ngerti, ngrasa, kemudian tahap yang terakhir adalah ngelakoni atau melakukan/mempraktikan. Tahap ini merupakan tahap akhir atau dapat dikatakan sebagai tahap kesempurnaan. Karena sudah berada posisi melaksanakan apa yang sudah diketahui dan dimengerti serta dirasakan. Seperti halnya istilah “Ilmu tanpa amal seperti pohon kayu yang tidak berbuah”, “Ngelmu tanpa laku kothong”, laku tanpa ngelmu cupet”.
Ilmu tanpa perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu pincang. Oleh sebab itu, agar tidak kosong ilmu harus dengan perbuatan, agar tidak pincang perbuatan harus dengan ilmu. “Tringo” gagasan dari Ki Hajara merupakan suatu penemuan yang luar biasa dalam bidang pendidikan. Konsep “Tringo” sangat relevan digunakan dalam pendidikan di Indonesia.
Sebelum Taxonomi bloom menggagas tentang kognitif, Afektif dan psikomotorik, yang pada intinya konsep Taxonomi Bloom ternyata sama dengan “tringo” nya Ki hajar Dewantara. Namun konsep “tringo” ini menggunakan bahasa Jawa, sehingga orang yang bisa mengetahui konsep ini hanya orang yang bisa berbahasa Jawa. Sehingga pada waktu itu tingkat penyebaran konsep ”Tringo” tidak masif. Hal itu wajar, karena Ki Hajar adalah orang Jawa yang melestarikan budaya Jawa.
Borrowing konsep dari tokoh-tokoh pendidikan barat
Konsep “tringo” tersebut sudah sejak lama di gagas
olah Ki hajar, namun jangankan di Luar negeri, di Indonesia nya saja konsep
“tringo’ tidak begitu familiar seperti konsep Taxonomi nya Bloom kognitif,
afektif dan Psikomotorik. Pemerintah Indonesia yang seharusnya menggunakan
konsep “Tringo” yang notabene hasil
karya anak negeri, malah justru borrowing konsep dari tokoh-tokoh
pendidikan barat. Hal itu sangat disayangkan sekali.
Post a Comment for "Founding Father Ilmuwan Pendidikan Indonesia: Ki Hajar Dewantara dan Driyakarya"