Menyibak Model Pendidikan ala Open Education dan Deschoolong Society
Open Eduaction Sebagai pendidikan alternatif
Open Eduaction merupakan pendidikan alternatif yang hampir mempunyai persamaan dengan Deschooling Society. Menciptakan dan menyajikan pilihan yang luas sehingga anak
dapat belajar sesuai minatnya, tanpa dipaksa baik oleh situasi kelas ataupun
guru. Menjamin kebebasan untuk mengajar atau melatih siswa berdasarkan
permintaannya. Namun
ada yang berbeda dari keduanya, Deschooling cenderung tidak setuju adanya
lembaga pendidikan dengan berpendapat bahwa sekolah bukanlah lembaga yang layak
untuk mewujudkan revolusi pembelajaran.
Orang miskin sering menjadi korban dari praktek sekolah yang terlalu mengekang
Mereka mendesak agar masyarakat yang
tidak bersekolah dapat bebas dari hambatan yang telah dipaksakan oleh sekolah.
Pembelajaran tersedia bagi banyak orang dengan menciptakan pertukaran
pendidikan dan jaringan untuk menggantikan sekolah. Jika hal tersebut
dilakukan, mereka berpendapat bahwa pendidikan akan lebih responsif terhadap
keinginan, minat, dan kebutuhan individu. Orang miskin sering menjadi korban
dari praktek sekolah yang terlalu mengekang.
Sekolah bertindak sebagai agen dari indoktrinasi
Sekolah bertindak sebagai agen dari indoktrinasi yang menjabarkan
nilai-nilai moral, ekonomi, politik, dan seksual yang telah disetujui oleh
kelompok tertentu dalam masyarakat. Sekolah mengharuskan siswa untuk menerima
sikap ekonomi tertentu. Siswa dikondisikan untuk percaya bahwa mereka
menginginkan dan membutuhkan produk tertentu.
Deschooling akan sangat berbahaya, karena tidak akan tergerak untuk belajar mendapatkan ilmu
Tidak semua Lembaga pendidikan seperti yang diinterpratasikan tokoh-tokoh Deschooling. Lembaga Pendidikan juga
diperlukan agar dalam pelaksanaannya dapat terstruktur dan sistematis. Hal ini
sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk di dunia semakin banyak. Jika
pendidikan dilakukan secara bebas tidak terlembaga maka yang terjadi kesemrawutan
atau tidak teratur. Bagi guru dan siswa yang malas, Deschooling akan sangat berbahaya, karena tidak akan tergerak untuk
belajar mendapatkan ilmu. Apalagi jika sudah dibenturkan dengan ekonomi, maka
bisa jadi sebagian besar akan lebih memilih mencari ekonomi dulu dibanding
pendidikan.
Hal ini dapat diketahui dulu sebelum lembaga pendidikan banyak
sperti sekarang, pada era kemerdekaan, sedikit
masyarakat yang mau untuk belajar secara mandiri. Sekalipun ada beberapa
orang-orang pintar cendekia pada waktu itu, namun jumlahnya tidak sebanding
dengan jumlah penduduk Indonesia waktu itu. Sehingga dengan pendidikan yang
dilembagakan dalam bentuk Sekolah atau perguruan, maka proses pengelolaaan
pendidikan akan terlaksana dengan teratur dan sistemamtis, walaupun masih ada
kelemahan disana disini, tapi setidaknya suatu kemajuan didanding era
sebelumnya yang pendidikan masih jalan sendiri-sendiri.

Sedangkan Open Education pada
intinya adalah pendidikan yang terbuka, menurut saya sistem ini relevan
diimplementasikan dengan kondisi Indonesia sekarang. Pada kajian non moral,
sistem Open Education dapat
diterapkan. Terlebih bidang Teknologi. Pencapaian perkembangan teknologi yang
sangat cepat sangat terbuka lebar menggunakan sistem Open Education. Namun pengelolaannya masih dalam bingkai lembaga
pendidikan.
Belajar sambil melakukan kegiatan lain
Sebagai contoh Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan digital/komputer
yang mana didalamnya terdapat berbagai macam kajian spesifi, maka akan sangat
relevan sekali jika menggunakan Open
Education. Siswa tidak perlu harus hadir di kelas, siswa hanya membuka
laptod/komputer yang dimiliki kemudian mengakses website E-Learning perguruan
tinggi yang didalamnya terdapat berbagai macam tutorial yang dapat dipelajari
sesuai minatnya masing-masing. Sehingga kebebasan individu sangat terjamin.
Siswa mau belajar dimanapun dan kapanpun dapat dilakukan, bahkan belajar sambil
melakukan kegiatan lain juga dapat dilakukan.
Penulis: Failasuf Fadli
Post a Comment for "Menyibak Model Pendidikan ala Open Education dan Deschoolong Society"