Menjadi Ibu Yang Apa Adanya di Zaman Yang Banyak Maunya
Paparan Media Sosial Online
Di zaman modern dan serba digital segala keperluan hidup
menjadikan prosesnya singkat dan praktis. Pesatnya laju perkembangan teknologi
digital yang semakin modern dari masa ke masa membawa berbagai dampak baik
positif maupu negative. Dampak positif dari dunia digital adalah mudahnya
mengakses segala informasi menggunakan gadget lewat internet, tidak terkecualai
dalam bidang parenting atau pengasuhan. Dampak negatifnya dari dunia digital
yang serba cepat ini adalah terlalu banyak paparan media yang menjadikan adanya
sikap impulsive pada ibu.
Social media khususnya Instagram menampilkan gambaran
sempurna mengenai segala sisi kehidupan termasuk wanita sebagai ibu. Lahirnya
influencer-influencer yang memberikan tips dan trik salah satu pengasuhan anak
yang dipakai dibarengi dengan penggunaan produk tertentu bisa saja membuat ibu
lain yang melihat mengingikan produk yang sama dengan apa yang mereka
(influenscer) miliki.
Di Instagram terdapat akun @mamambisius yang berisi gambaran satire ibu di masa kini. Akun Instagram @mamambisius menyoroti fenomena “pamer anak”. Fenomena “pamer anak” di social media masa kini memang se-ambisius apa yang digambarkan oleh akun @mamambisius. Dimulai dari bayi ketika lahir menggunakan metode gentle birth, setelah lahir milestone terdokumentasikan dalam feed Instagram mulai dari keberhasila anak berguling, tengkurap, merangkak, berdiri, jalan kaki, sampai dengan berlari bahkan memanjat atau berhasil menaiki sepeda.
Menjanjikan Anak Akan Menjadi Manusia Pintar dan Cerdas
Setelah balita, ibu dihadapkan dengan pilihan memasukkan anak ke PAUD atau kelompok bermain. Jenis-jenis “sekolah” bagi anak yang berusia di bawah lima tahun ini menawarkan harga yang beragam dengan program yang tidak kalah menari. Mulai dari sekolah bertaraf internasional, sekolah berbasis alam, sekolah berbasis salah satu metode tertentu yang menjanjikan anak akan menjadi manusia pintar dan cerdas.
Baca Juga: Urgensi Pedagogi Dalam Pendidikan Nasional
Membandingkan Anak dengan Yang lain
Bagi ibu yang merasa tidak sama seperti influencer Instagram dan tidak mampu mengikuti bisa saja ada perasaan merasa ‘rendah diri’ atau bahkan yang lebih parah adalah membandingkan anak satu dan lainnya hanya berdasarkan postingan Instagram atau sebaliknya bisa jadi Instagram adalah sumber inspirasi bagi ibu.
Social Presure
Social pressure semacam ambisi ibu-ibu yang ingin anaknya
berkembang dengan pesat memang nyata adanya. Tidak perlu menengok Instagram
sebagai social media, di dunia nyata ketika ada perbedaan pertumbuhan anak satu
dan lainnya terjadi perilaku membandingkan pada ibu. Padahal pertumbuhan anaknya normal-normal saja,
sesuai kurva yang tersedia di KMS (kartu menuju sehat). Atau
kasus lain melihat rambut anak lain sudah lebat sedari ‘brojol’, sedangkan anak
sendiri masih ‘botak’, bisa saja ibu menjadi tidak sabar untuk melihat rambut
anaknya segera tumbuh lebat.
Hal diatas baru mambahas pertumbuhan fisik, belum lagi
perihal perkembangan anak. Ibu yang abaknya belum bisa berbicara di usia dua
tahun misalnya bisa saja menjadi panik melihat perkembangan anak-anak yang
ditampilkan di Instagram, padahal mengenai pesatnya perkembangan anak satu dan
lainnya sungguh berbeda, tidak bisa dibandingkan.
Menyikapi social pressure yang ternyata bisa saja sudah
ada dari zaman sebelum digital diperlukan afirmasi positif bagi ibu. Bahwa satu
keadaan yang dialami tidak harus sama denga napa yang ditampilkan di social
media. Begitu pula dengan anak-anak, anak akan pintar pada waktunya dan pada
bidangnya masing-masing.
Afirmasi positif sebagai Kalimat Penguat diri
Afirmasi positif juga disebut sebagai kalimat penguatan diri.
Hal yang dapat dikatakan adalah “Saya ibu yang baik bagi anak saya”, artinya setelah
ditegaskan dan dikuatkan berulang kali dapat membantu ibu mensugesti untuk
menjadi ibu yang baik bagi anaknya.
Pemberian afirmasi positif akan mereduksi kecemasan yang dialami oleh ibu sebagai orang pertama yang mendidik anak. Membanjiri diri dengan berbagai ilmu dan informasi memang penting, namun terlalu banyak mendengarkan pendapat orang lain justru bisa membuat ibu tidak percaya pada pilihan dan keputusannya sendiri.
Intuisi dalam Menentukan Hal Yang Tepat Untuk Anaknya
Pentingnya
ibu menyadari bahwa tidak ada satu langkah yang pasti untuk dilakukan pada
setiap anak. Meskipun berbagai seminar dan buku bacaan mengenai parenting, ibu
perlu tetap mempercayai intuisi tyang diyakininya dan pengalaman yang
dimilikinya sendiri dalam menentukan hal yang tepat untuk anaknya.
Anak
tidak memerlukan ibu yang sempurna dan bisa melakukan segalanya. Anak
memerlukan ibu yang bahagia. Mengingat keluarga bahagia terlahir dari ibu yang
juga bahagia. Dipercaya atau tidak, adanya stress yang dialami ibu bisa
“menyebar” ke anggota kelaurga lainnya.
Baca Juga: Guru Faktor Kunci Pengembangan Kepribadian Bangsa
Pentingnya Suport dari Ayah
Agar menjadi ibu bahagia, perlu adanya dukungan system dalam hal ini ayah sebagai pasangan dalam proses pengasuhan anak. Ibu perlu dibantu membiasakan untuk mengatakan hal-hal positif pada dirinya sendiri, bukan juntru terus menerus dikritik dan disalahkan.
Penulis: Aisha Nadya, M.Pd
Dosen Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
Terapis anak berkebutuhan khusus
Kontributor Magazine
Announcer, Style Radio
Post a Comment for "Menjadi Ibu Yang Apa Adanya di Zaman Yang Banyak Maunya"